Senin, 06 Desember 2010


STRATIFIKASI SOSIAL
I.                   PENDAHULUAN
Secara harafiah stratifikasi berasal dari kata STRATUM = berarti Lapisan. Sosial berasal dari kata Socius = kawan/ masyarakat. Jadi Stratifikasi Sosial, Yaitu perbedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat. Ukuran atau kriteria yang menonjol atau dominan sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial adalah sebagai berikut.
1.      Ukuran kekayaan
Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, pa tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun kebiasaannya dalam berbelanja.

2.      Ukuran kekuasaan dan wewenang
Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan.

3.      Ukuran kehormatan
Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan berbudi luhur.

4.      Ukuran pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktorandus, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor. Namun sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan membeli skripsi, menyuap, ijazah palsu dan seterusnya.

II.                 ISI
Kali ini saya akna mengambil masalah stratifikasi sosial tentang hukum. Dimana kesenjangan sosial di dalam hukum disebabkan oleh kekayaan dan kekuasaan. Memang di zaman seperti ini yg sudah globalisasi, uang adalah segala-galanya. Namun jika keadilan dapat “dibeli” oleh uang itu sudah keterlaluan. Dalam sila kelima pancasila telah disebutkan bahwa “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Tapi kenyataan berkata lain. Seperti di RuTan pondok bambu, para narapidana yg mempunyai kekayaan lebih dapat memilih sel sendiri dan mendekorasi seperti kamar tidur di rumah. Itu mereka lakukan dengan “menyuap” para sipir dan kepala tahanan. Namun bagi narapidana yg tidak mempunyai apa-apa, mereka hanya bisa pasrah dengan apa yg telah ditentukan oleh hokum dan bersempit-sempitan di dalam sel yg kecil dengan isi napi sekitar 20an. Lain halnya dengan di pengadilan, apabila ada kasus-kasus yg besar seperti narkoba, korupsi dan pembunuhan hakim tidak bertindak tegas dengan member sanksi yg sesuai. Namun jika ada kasus-kasus kecil seperti maling ayam, maling mangga dan sebagainya, hakim malah member hukuman mencapai 10 tahun penjara. Di kasus lain, apabila ada sengketa tanah antara perusahaan besar dengan masyarakat yg kondisi ekonominya menengah ke bawah, maka pengadilan akan memutuskan bahwa perusahaan tersebut akan menang (walaupun ada beberapa yg benar-benar murni). Dengan itu maka terjadilah eksekusi tanah yg enimbulkan kerusuhan antara masyarakat sekitar dengan satpol PP.

III.               PENUTUP
Analisa saya mengenai kasus stratifikasi sosial di dalam hukum di Indonesia adalah dari dalam diri masing-masing. Dimana pola fikir anggota penegak hukum di Negara kita ini harus diubah. Selain itu moral para penegak hukum juga harus dibenahi. Saya sudah melihat contohnya yaitu dengan adanya training spiritual yg dilakukan ketua satpol PP Jakarta untuk anggota-anggotanya. Itu sangatlah bagus untuk membangun para penegak hukum yg jujur, adil dan tegas.